NAH dan ibu kupu-kupu

Jumat, 10 Oktober 2008


‘Semoga rahmat Tuhan menyertai anda semua, pergilah dan sebarkanlah, kalian diutus. Amin’
Perlahan umat mulai beringsut dari kursi dan rapi satu-satu keluar sambil tak lupa mencelupkan jarinya ke air suci dan membuat tanda salib.
Di sudut salah satu kursi, tersebutlah seorang wanita memandang nanar patung Ibu Maria sambil tangan rapuhnya tak hentinya memegang rosario dan mengucap lirih ‘ampunilah dosa kami,,.ampunilah dosa kami’. Wajahnya yang kurus, tonjolan tulang pipinya nampak, matanya cekung dan redup, air matanya ia biarkan terus mengalir, sesekali ia seka dengan kerah baju tuanya.
Wanita itu perlahan melangkah ke depan, berlutut di bawah patung Ibu Maria.
Sebatang lilin putih dipasangnya pelan dibawah telapak kaki patung Bunda Maria. Bunda yang selama ini menjadi bayangan dan penguat hidupnya.
Dipandanginya terus nyala lilin yang menggeliat-geliat, menerangi ruang Gereja yang kini lengang.
Wanita itu bernama Nah.


Nama yang singkat, sesingkat umur hidupnya. 6 bulan lalu Nah pergi ke berobat karena sudah lama dia meresahkan penyakit yang lama menggerogoti dirinya. Di hari itu dokter berbicara kepadanya. Perkataan yang tidak akan pernah akan Nah lupakan seumur hidupnya,

“Ibu Nah, maaf harus saya katakan, berdasarkan tes yang sudah dilaksanakan, ternyata Ibu Nah positif terkena HIV AIDS”, ucap sang Dokter seakan menjadi malaikat pencabut nyawa Nah. Setelah mendengar hal itu, dunia Nah seakan berhenti berputar. Semua bergerak tak beraturan. Jantung Nah berdegup dengan kencang, keringat dingin berpeluh di keningnya. Jemari Nah yang sedari tadi memilin ujung kemejanya, menjadi basah karena keringat dingin yang membasahi.
“Dokter, tapi saya sedang hamil. Sudah 2 bulan” ucap Nah lirih, hampir tak terdengar.
“Maaf Bu, tapi kemungkinan besar anak Ibu akan terinfeksi HIV juga. Mohon ini dipikirkan”.



Nah pun melangkah pergi dengan lunglai. Wajah-wajah yang ditemuinya sepanjang lorong rumah sakit seakan menertawakan dirinya. Sempat melintas seorang anak berwajah mungil menggamit tangan ibunya, keduanya tertawa terbahak, tak ada duka, tak ada luka. Nah tertegun. Berharap kalau ini semua hanyalah mimpi buruk semalam. Namun Nah sadar walau berulangkali dia menyubiti lengannya, ini semua bukanlah mimpi. HIV AIDS adalah suatu reaksi sebab-akibat akan sebuah pilihan hidup yang Nah jalani. Seharusnya Nah sudah menyiapkan diri untuk itu, seperti setiap malam malam Nah menyiapkan dirinya untuk dibayar dengan rupiah. Semestinya Nah tak perlu kaget jika dia sadar kalau pelacur pasti akan akrab dengan penyakit.
Nah seorang wanita yang biasa dipanggil kupu-kupu malam. Dan sebenarnya sudah setengah tahun ini Nah bersusah payah bermetamorfosa untuk meninggalkan kehidupan pelacurnya dengan membersihkan dirinya. Nah menyiapkan dirinya untuk bisa berganti menjadi kupu-kupu suci. Namun memang semua butuh proses. Dan Nah tidak siap dengan itu. Nah tidak siap dengan pembuktian sang waktu, bahwa dia sudah terlambat. Kupu-kupu itu tidak akan pernah lahir. Dia terlanjur sakit dan membusuk dengan mengandung manusia baru yang seharusnya bisa hadir di dunia.



Nah tiba di persimpangan. Mana jalan yang harus dia pilih. Menolak cinta Tuhan dengan menggugurkan kandungannya atau membiarkan si anak lahir dengan penyakit?
Di gereja itu tinggalah Nah seorang diri ditemani cahaya lilin terbias dia wajah lesunya. Dari balik jendela terlihat hujan deras mengguyur, menebarkan wewangian tanah, namun tak sedikitpun membuat Nah merasa lega.
Kembali diuntainya satu persatu bulir rosario, hingga tak tahu sudah sampai berapa kali Nah melafal salam maria, bapa kami, kemuliaan. Hari ini genap 4 bulan usia kandungan Nah. Tendangan dan geliat si kecil mulai terasa jauh di dalam rahim Nah. Pastinya jari mungil dan tubuh mungil anak Nah sudah mulai terbentuk. Seorang manusia sudah bersiap hadir ke dunia. Tinggal pilihan sang ibu lah yang menentukan semuanya.
“Salam Malia penuh lahmat tuhan seltamu telpujilah engkau diantala wanita dan telpujilah buah tubuh Mu Yesus. Santa Malia bunda allah doakanlah kami yang beldosa ini sekalang dan waktu kami mati. amin”
Nah menghentikan untaian doanya ketika tahu ada seorang lain di gereja ini. seorang anak kecil perempuan berlutut memanjatkan doa salam maria ditemani dengan ibunya yang sangat cantik mengenakan gaun berwarna putih.
“Luna, yuk sekarang kita pulang. sudah selesai kan doanya.
“sebental bu, aku kan belum beldoa sama Tuhan Yesus. nanti Yesus ili tama bunda malia lho. bapa kami yang ada di dalam sulga, dimuliakanlah namamu datanglah kelajaanMu, jadilah kehendakmu diatas bumi sepelti di dalam sulga.belilalh kami lejeki pada hali ini dan ampunilah keslaahan kami sepelti kami pun mengampuni yang belsalah kepada kami dan janganlah masukkan kami kedalam pelcobaan tetapi bebaskanlah kami dali segala yang jahat.amin”
“dah. aku dah selesai. ayo kita pulang. mamaku dah nunggu. pasti besok mama sembuh. aku dah doa cama yesus bunda malia. meleka kan...










(belum selesai,,,hihihi. maap ya)


La.

0 komentar: